Dasar Hukum Wakaf
Dasar
Hukum Pelaksanaan Wakaf
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
(ال عمران: 92)
Artinya : “Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
(QS. Ali-Imran/3: 92)
(QS. Ali-Imran/3: 92)
وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن
خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Artinya : "Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)". (QS: Al-Baqarah Ayat: 272)
خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Artinya : "Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)". (QS: Al-Baqarah Ayat: 272)
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوعِلْمٍ يُنْتَفَعُ ْ
Artinya : “Apabila
seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah
jariyah atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya atau anak yang shalih yang
mendo’akannya”. (HR. Muslim)
Hukum Wakaf Menurut Al-Quran
Secara umum
tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh
karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama
dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran
yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut
antara lain:”Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu.“(Q.S. al-Baqarah (2): 267)
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)
Di
samping itu, ayat 261 surat al-Baqarah telah menyebutkan pahala yang berlipat
ganda yang akan diperoleh orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Hukum Wakaf Menurut Hadis
Di
antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan
tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah
ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk
menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
Hadis
tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu
dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah
memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh
yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada
saya untuk melakukannya?
Sabda
Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau
faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau
dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga,
untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang
musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai
oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa
menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”
Hadis
lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari
Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal
dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu
sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak
soleh yang mendoakannya.”
Selain
dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima
wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang
yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah
menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi
dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.
Dalam
konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat
Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah
menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia,
yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi
Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah
nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.
Posting Komentar